بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم

Berkongsi segala ilmu dengan harapan agar dapat bersama memperjuangkan cita-cita murni sebagai masyarakat yang bermaruah dan beretika selaras dengan ajaran ISLAM.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Saturday 30 August 2014

Kasih kpd Si lalat

Kisah Sufi: Cinta Al-Ghazali terhadap Lalat
“ Irhamu man fil ardli yarhamkum man
fis sama’"-- Sayangilah semua yang ada
di bumi, maka semua yang ada di langit
akan menyayangimu.” ---HR. Abu
Dawud dan Timidzi.
Imam al-Ghazali, atau yang memiliki
nama lengkap Abu Hamid Muhammad
bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi
asy-Syafi’i ini dikenal dunia sebagai
seseorang yang alim dan taat
beragama. Namanya semakin besar,
ketika ia menciptakan berbagai karya
tulis yang banyak memberi sumbangan
bagi perkembangan kemajuan manusia.
Seperti Ihya Ulumuddin, Kimiya as-
Sa’adah (Kimia Kebahagiaan), Misykah
al-Anwar, Maqasid al-Falasifah, Tahafut
al-Falasifah; Al-Mushtasfa min `Ilm al-
Ushul, Mi`yar al-Ilm; al-Qistas al-
Mustaqim, Mihakk al-Nazar fi al-
Manthiq, dsb.
Berkat karya-karyanya ini pula, ia
mendapat kepercayaan sebagai seorang
cendekiawan muslim yang komplit.
Sebagai ulama besar, ahli filsafat, ahli
teolog, dan bahkan dikarenakan daya
ingatnya yang kuat dan bijak dalam
berhujjah, ia pun mendapat gelar
Hujjatul Islam. Ia sangat dihormati
karena keluasan ilmunya, hingga kini.
Namun di balik totalitas al-Ghazali
terhadap keilmuan dan Islam, terselip
satu kisah yang unik, menggelitik, dan
bermakna. Betapa tidak, dalam kisah
tersebut terungkap gambaran lain
seorang ahli tasawuf ini—yang konon
telah mengantarkannya ke Syurga.
Seorang imam besar yang terselematkan
dari panasnya api neraka dikarenakan
seekor lalat.
Dalam Nashaihul ‘Ibad, Syekh Nawawi
al-Bantani menuliskan kisah tersebut.
Konon pada suatu ketika ada seseorang
berjumpa dengan Imam al-Ghazali
dalam sebuah mimpi. Lantas ia pun
bertanya, “Bagaimana Allah
memperlakukanmu?.”
Imam al-Ghazali pun berkisah. Di
hadapan Allah ia ditanya mengenai
bekal apa yang hendak diserahkan
kepada-Nya. Al-Ghazali menjawab
dengan menyebut satu per satu seluruh
prestasi ibadah yang pernah ia jalani di
kehidupan dunia.
Namun, Allah menolak semua itu.
Kecuali, satu kebaikannya ketika
bertemu dengan seekor lalat. Dan,
karena lalat itu pula Imam al-Ghazali
diizinkan memasuki Syurga-Nya.
Dikisahkan pada suatu hari, Imam al-
Ghazali tengah sibuk menulis kitab. Hal
yang lazim dalam dunia kepenulisan
adalah dengan menggunakan tinta dan
sebatang pena. Pena itu harus
dicelupkan dulu ke dalam tinta baru
kemudian dipakai untuk menulis, jika
habis dicelup lagi dan menulis lagi.
Begitu seterusnya.
Di tengah kesibukan menulis itu, tiba-
tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap
di mangkuk tinta Imam al-Ghazali. Sang
Imam yang merasa kasihan lantas
berhenti menulis untuk memberi
kesempatan si lalat melepas dahaga dari
tintanya itu.
Dari kisah tersebut, kita tahu bahwa
betapa luas kasih sayang Imam al-
Ghazali terhadap sesama makhluk,
termasuk lalat yang pada saat itu datang
“mengganggu” kenikmatannya dalam
kegiatan menulis.
Peristiwa ini menjadi pelajaran bagi
kita semua bahwa tidak ada hak bagi
manusia untuk menilai besar kecilnya
suatu ibadah. Apa yang kita anggap
kecil, belum tentu menjadi kecil pula di
hadapan Allah. Begitu pun sebaliknya,
apa yang dianggap sebagai nilai ibadah
besar dan bernilai tinggi, belum tentu
memiliki nilai besar di mata Allah.
Karena ternyata, penilaian ibadah
manusia sepenuhnya milik-Nya, bukan
milik manusia.
Hikmah lain dalam kisah ini adalah
mengenai kasih sayang yang tiada
batas. Kasih sayang manusia terhadap
makhluk lain, sekali pun itu hewan. Tak
menutup kemungkinan kasih sayang
yang dianggap sepele ini dapat
menghantarkan manusia menuju ke
Syurga-Nya.
Sejatinya, Imam al-Ghazali hanya
mempraktikkan apa yang diperintahkan
dan diteladankan Muhammad Saw,
“ Irhamu man fil ardli yarhamkum man
fis sama"-- Sayangilah semua yang ada di
bumi, maka semua yang ada di langit
akan menyayangimu.”
Pun begitu dengan balasan yang ia
peroleh akibat kebaikan yang ia
tanamkan, “Barangsiapa mengerjakan
kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya
pula” (QS. 99: 7-8), dan sungguh, “Tiada
balasan kebaikan selain kebaikan
pula.” (Qs. Ar-Rohman: 60) 

No comments: